BIMA – Ribuan ekor sapi kurban asal Bima tidak laku terjual di Jabodetabek hingga H + 2 Idul Adha 1444 Hijriah. Peternak mulai siapkan rencana lain sebagai solusi.
Data yang diperoleh, jumlah sapi yang tidak laku di kandang Gerbang GDC Depok sebanyak 88 ekor dari jumlah awal 104 ekor. Sebanyak 16 ekor sudah laku.
“Ada 10 orang pemilik sapi di kandang ini,” ucap peternak Mas’ud warga Kecamatan Bolo yang dihubungi via WhatsApp, Jumat (30/6).
Di kandang Ceater wilayah Tangerang Selatan, total jumlah sapi ada 188 ekor. Yang sudah laku sebanyak 120 ekor dan masih tersisa hingga Jumat ini ada 68 ekor.
Begitu pula di kandang Kaliabang Bungur Bekasi. Total jumlah sapi sebanyak 23 ekor, yang sudah laku 10 ekor dan sisa 13 ekor.
Di kandang KITA, Depok jumlah sapi yang belum laku masih 65 ekor, di kandang Sahabat Rorotan Cilincing, Jakarta Utara yang belum laku 20 ekor.
“Nasib yang sama juga dialami peternak pada ratusan kandang lain di Jabodetabek. Kami harus mengadu pada siapa,” ratap Chandra, peternak asal Kecamatan Madapangga.
Menurut Mas’ud dan Chandra, apabila sampai waktu kurban telah berakhir belum juga laku, ada beberapa pilihan yang akan dilakukan sebagai solusi.
“Terpaksa kami jual dengan harga modal, jika ada yang mau beli. Alternatif lain, kami akan bawa ke tempat jagal hewan dan pilihan terakhir kami bawa kembali ke Bima dengan segala risiko,” pungkasnya.
Sekretaris Persatuan Pedagang Hewan Nasional Indonesia (PPHNI) Kota Bima, Dedi Sadikin, menjelaskan kerugian yang diderita peternak berkisar antara puluhan juta hingga miliaran, tergantung dari jenis sapi yang dimiliki.
Menurut Dedi, banyaknya ternak yang masuk ke Jabodetabek tahun 2023 menjadi penyebab utama sapi-sapi asal Bima tidak terlalu laku seperti tahun sebelumnya.
Pada tahun 2022 lalu, sapi yang dikirim ke Jabodetabek hanya 12.500 ekor saja, sedangkan tahun 2023 ini hampir 20.000 ekor sapi.
“Itu hanya yang dari Bima saja, belum daerah lain seperti Bali, Jawa, Madura, termasuk Lombok dan Sumbawa,” ujarnya.
Tahun lalu, sapi ternak banyak yang terpapar Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), sehingga hanya sapi asal Bima yang memenuhi kebutuhan Idul Adha tahun 2022.
Namun kini, PMK sudah tidak dan hampir semua daerah kini memasok sapi ke Jabodetabek.
“Jadi bisa dikatakan, lebih banyak jumlah sapinya dari pada yang membeli untuk kurban,” kata Dedi.
Para peternak mengalami beban ganda, memikirkan sapi yang belum laku dan hutang yang menanti sebagai modal usaha maupun biaya hidup selama berada di Jabodetabek.
“Kasihan betul nasib peternak kita tahun ini, pilihan terbaik sekarang ada masing-masing mereka,” akunya.
Dedi mengatakan, Ketua PPHNI Kota Bima telah berangkat ke Pemerintah Provinsi NTB, untuk membicarakan persoalan transportasi pengangkutan sapi kurban.
Jika biaya dan administrasi pengangkutan ini bisa dikurangi atau dibantu oleh pemerintah, maka ada pilihan bagi peternak membawa kembali sapi-sapinya.
“Asal jangan dipersulit administrasinya, karena sudah merugi di Jabodetabek. Bila perlu pemerintah menggratiskan,” pintanya. (ck)