KOTA BIMA-Kasus dugaan suap, gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Bima semakin terang.
Untuk yang kesekian kalinya penyidik KPK bertandang ke Kota Bima. Kali ini (29/8) dalam rangka penggeledahan dalam rangka mencari alat bukti tambahan.
Berikut kronologi laporan masyarakat ke KPK hingga peran masing-masing 5 orang terlapor yang disebut-sebut akan ditetapkan sebagai tersangka.
Seorang sumber inisial R, mengungkapkan peran terlapor ML dalam kasus dugaan pembiaran, gratifikasi dan memperkaya diri sendiri.
“ML sengaja membiarkan keluarga maupun orang dekatnya leluasa mengatur pekerjaan proyek,” kata R via pesan WhatsApp, (29/8) kemarin.
Menurut R, terlapor ML mengetahui apa saja yang dilakukan terlapor E maupun terlapor MM meski diketahui salah dan melawan hukum.
“Kuat dugaan ML ikut menikmati. Kalau tidak, minimal ditegur atau diingatkan bahwa itu salah,” ujarnya.
R menerangkan peran dari terlapor E. Menurut dia, terlapor E berperan sebagai Wali Kota pertama meski status sebenarnya sebagai istri.
“E adalah penerima setoran atau Wali Kota pertama,” sebut dia.
Pada tahun 2019 lalu, sambung R, ada belasan paket proyek di Dinas PUPR Kota Bima yang nilai pagunya lumayan gemuk dari paket-paket yang lainnya.
Sejumlah paket gemuk itu diketahui ada di Bidang Bina Marga yang kalau itu dijabat AS, ada di Bidang Cipta Karya yang kala itu dijabat F dan ada juga di Bidang SDA yang kala itu dijabat oleh AA sebagai Kepala Bidangnya.
“Paket proyek yang nilainya miliaran dan yang angka ratusan juta dikuasai oleh terlapor MM. Itu untuk tahun anggaran 2019,” ungkap dia.
Menurut R, terlapor MM adalah dikenal sebagai Wali Kota kedua.
“Peran MM ini menguasai proyek tahun 2019, mengumpulkan uang baru kemudian menyetor ke terlapor E,” sebutnya.
R mengungkap peran terlapor F yang juga salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) lingkup Pemkot Bima.
“F ini yang intervensi PBJ dan juga sering keluar masuk rumah kontraktor untuk mengambil fee,” ungkapnya lagi.
Sedangkan peran RA yang juga seorang ASN lingkup Pemkot Bima, lanjut R, sebagai jenderal lapangan pada setiap pekerjaan proyek MM.
“RA ini yang back up semua proyek MM. Mulai dari peran sebagai mandor di lapangan, yang mengatur dump truk maupun alat berat milik Pemkot untuk dipergunakan pada proyek MM,” sebutnya.
Selain peran tersebut, sambungnya lagi, RS juga berperan yang mengurus administrasi semua proyek MM.
R menerangkan, kasus dugaan korupsi ini pertama kali dilaporkan oleh sekelompok masyarakat Kota Bima pada bulan Februari tahun 2020 lalu.
“Laporan pertama ini tidak begitu mendapat respon dari KPK,” terangnya.
Pada bulan Mei 2020, lanjut R, muncul pelapor misterius. Pelapor ini melaporkan secara detail ke KPK yang disertai bukti otentik.
“Pelapor misterius ini melaporkan dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme ke KPK melalui email resmi KPK,” ucapnya.
Laporan kedua ini mendapat tanggapan dari KPK. Pada bulan Agustus 2020 pihak KPK turun pertama kali ke Kota Bima dan melakukan Pengumpulan Bahan dan Keterangan (Pulbaket).
“Setahu saya, tahap Pulbaket ini dilakukan tim KPK mulai Agustus 2020 hingga bulan Maret 2022,” terangnya.
Memasuki bulan April 2022 hingga Juli 2023 status penanganan perkara meningkat ke tahap penyelidikan.
“Terhitung sejak tanggal 22 Agustus 2023 ditingkatkan ke tahap penyidikan. Pada 23 Agustus terbit panggilan untuk saksi MA untuk diperiksa pada 25 Agustus 2023 hingga terjadi penggeledahan pada 29 Agustus,” pungkasnya. (man)