BIMA – Plt Direktur Utama PDAM Bima, H Hairudin menjelaskan asal usul anggaran perbaikan pipa PDAM Bima yang menjadi temuan BPKP Perwakilan NTB.
“Anggaran senilai 115 juta lebih itu adalah uang pribadi saya. Angka akumulasi,” ucap dia kepada detailntb.com di kediamannya, Ahad (25/6).
Dia menjelaskan, pada tahun 2020 dan 2021 PDAM Bima tidak menerima bantuan dari pihak manapun, termasuk dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima.
Pada tahun 2020, lanjut dia, terjadi banjir di semua wilayah, dan pada bulan Februari 2021 juga terjadi banjir bandang di Kota Bima dan terjadi kerusakan di mana-mana.
“Dampak atas musibah bencana alam itu menurunkan etos kerja karyawan, para pegawai tidak ada yang masuk kerja sehingga terjadi PHK pegawai pada Oktober 2021,” tuturnya.
Selain itu, masuk laporan dari berbagai wilayah Kecamatan adanya kerusakan pipa transmisi dan mendesak untuk perbaiki. Sementara posisi kas nihil.
Sisi lain, sambungnya, pegawai yang untuk menagih iuran ke pelanggan tidak ada dan operasional terus keluar pada saat itu.
“Setiap ada memo permintaan perbaikan pipa, saya ACC, dengan konsekuensi uang pribadi yang dipakai. Setiap memo ada 500 ribu dan ada juga sampai 1 juta lebih yang harus saya talangi,” terangnya.
Alur pengeluaran uang untuk perbaikan pipa transmisi tersebut, lanjut ya lagi, tetap melalui Bagian Keuangan untuk dibukukan dengan kesepakatan suatu waktu diganti oleh PDAM Bima.
“Uang tersebut tidak diberikan sekaligus, tetapi bertahap. Ada 87 kali transaksi penyerahan yang kalau diakumulasi menjadi 115 juta lebih. Total uang tersebut murni uang pribadi saya,” jelasnya.
Dia mengatakan, pada saat pemeriksaan oleh tim BPKP Perwakilan NTB telah disampaikan, dan BPKP menyarankan agar uang tersebut tercatat sebagai saham.
“Sampai sekarang uang tersebut belum diganti oleh PDAM Bima, bahkan gaji sebagai Plt Direktur Utama 100 juta lebih belum diberikan,” imbuhnya.
Hal itu dapat dimaklumi oleh H. Hairudin mengingat kondisi keuangan PDAM Bima yang tidak karuan.
“Pertanyaan mendasarnya, dari mana PDAM bisa dapat uang sekian sedangkan tidak pernah menerima uang dari para pihak,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK NTB diketahui, pada laporan keuangan PDAM Bima tahun buku 2020 diketahui terdapat biaya pemeliharaan pipa transmisi sebesar Rp. 115.196.300 juta.
Biaya tersebut merupakan pengeluaran belanja untuk melakukan pemeliharaan atas pipa transmisi PDAM yang mengalami kerusakan yang tersebar di seluruh wilayah Kecamatan cakupan PDAM.
Realisasi biaya pemeliharaan transmisi sebesar Rp. 115.196.300 juta yang didukung dengan bukti pertanggungjawaban sebanyak 87 transaksi senilai Rp. 87.624.600 juta.
Sedangkan, sisanya senilai Rp. 27. 571.700 juta tidak didukung bukti pertanggungjawaban.
Dari dokumen pertanggungjawaban yang disampaikan senilai Rp. 87.624.600 juta, yang didukung dengan dokumen pertanggungjawaban yang lengkap hanya senilai Rp. 4.255.000 juta. Dan sisanya senilai Rp. 83.369.600 hanya berupa kuitansi internal. (ck)