BIMA-Jalan menuju ke halaman SMKN I Woha di Desa Donggobolo diblokir sejak sepekan lalu. Warga setempat mengklaim tanah sebagai hak milik.
Akses masuk menuju halaman SMKN I Woha sepanjang sekitar 80 meter diblokir dengan tumpukan material sendimen tanah dan bekas galian aspal.
Disebut-sebut tanah sebagai akses jalan masuk ke sekolah tersebut diklaim oleh seorang warga setempat inisial J.
Hingga berita ini dikorankan warga inisial J yang memblokade jalan tersebut belum berhasil dikonfirmasi.
Meski jalan diblokir, aktivitas Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tetap berjalan normal. Guru tetap mengajar dan siswa masuk sekolah seperti biasa.
Para guru maupun siswa menggunakan jalan alternatif lain untuk menuju ke sekolah. Jalan alternatif tersebut memanfaatkan lahan kosong di samping jalan yang diblokir.
Kepala SMKN I Woha, Tursana, membenarkan jalan akses menuju ke halaman sekolah telah diblokir oleh warga.
“Benar terjadi blokir jalan pada 25 Agustus 2023 sekitar pukul 16.00 WITA,” ucap dia ditemui di halaman sekolah, (21/8) kemarin.
Tursana mengatakan, warga yang blokir jalan inisial J asal warga Desa Donggobolo yang mengklaim tanah tersebut milik orang tuanya.
“Saya baru menjabat di sekolah ini, tidak tahu persis asal mulanya dulu,” tuturnya.
Hari kedua setelah blokir, lanjut Tursana, melakukan koordinasi dengan para pihak, baik dengan Pemerintah Desa Donggobolo maupun dengan tokoh masyarakat.
Awalnya, oknum warga tesebut mengklaim tanah dari separuh jalan masuk tersebut adalah miliknya. Namun belakangan akhirnya diklaim semua.
“Saat itu saya minta kejelasan luas tanah yang diklaim, biar dibeli. Tapi yang bersangkutan saat itu tidak menjual,” terangnya.
Menurut Tursana, oknum warga tersebut bermodal SPPT saja dan tidak dapat menunjukan bukti kepemilikan lain.
“Hanya punya SPPT saja. Total luasnya 12 are,” sebutnya.
Polemik status kepemilikan lahan yang dimanfaatkan sebagai jalan masuk ke halaman SMKN I Woha itu sudah sering terjadi.
Persoalan pengklaiman ini muncul sejak tahun 2010 silam, dan setiap dilakukan pergantian Kepala Sekolah tetap muncul.
“Pertama kali muncul dulu, jalan masuk ini dipagar dengan bambu, saat itu kami mau bangun gapura. Sekarang puncaknya dengan mendrop material tanah,” sambung guru setempat, Julkifli.
Menurut dia, tanah tersebut awalnya milik orang tua J, namun telah diwakafkan untuk kepentingan umum. Pihak sekolah kemudian memanfaatkannya sebagai jalan masuk.
“Waktu pertama kali sekolah ini dibangun, bukan di sini jalan masuknya. Di sebelah Utara ini jalannya. Karena ada pembicaraan dulu, maka kita manfaatkan sebagai jalan masuk,” ungkapnya. (man)