KOTA BIMA-Tindakan hukum penggeledahan sejumlah tempat oleh penyidik KPK diapresiasi praktisi hukum. Kepastian status hukum para terlapor diminta untuk diumumkan kepada publik.
“Patut diapresiasi langkah hukum yang dilakukan penyidik KPK menggeledah sejumlah tempat dalam dua hari terakhir ini,” ucap praktisi hukum, Sutrisno Azis via pesan WhatsApp.
Tindakan penggeledahan tersebut menunjukan penanganan perkara korupsi yang diduga dilakukan oknum ASN dan penyelenggara negara di lingkungan Pemkot Bima berjalan dengan baik.
“Mudah-mudahan setelah tindakan penggeledahan dan penyitaan ini KPK akan segera mengeluarkan release resmi tentang status para terlapor, termasuk Wali Kota Bima agar semuanya menjadi jelas,” harap dia.
Rumor status tersangka Wali Kota Bima yang beredar di tengah masyarakat selama ini baru bersumber dari surat panggilan kepada saksi.
Menurut dia, status tersangka itu bukan dari hasil release resmi KPK, sehingga belum bisa dijadikan rujukan pasti kecuali surat panggilan tersebut sudah dikonfirmasi kepada KPK kemudian KPK membenarkan surat panggilan tersebut produk mereka.
“Kalau sudah diiyakan, baru bisa dipastikan status hukum yang bersangkutan. Selama belum ada hasil konfirmasi dan release resmi KPK maka status hukum para terlapor termasuk Wali Kota Bima belum bisa dikatakan sebagai tersangka. Kita tunggu saja dulu release resmi KPK,” tuturnya.
Dalam surat panggilan tersebut, lanjut dia, disebutkan pasal yang disangkakan kepada para terlapor yakni pasal 12 huruf i dan pasal 12 B UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Kalaulah benar demikian, sambungnya lagi, maka tindakan penggeledahan yang dilakukan KPK itu dapat dibenarkan karena relevan dengan peristiwa hukum dan kemauan pasal yang disangkakan kepada para terlapor.
Pasal 12 huruf i itu, tambah dia, mengatur tentang keikutsertaan pejabat atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan barang dan jasa.
“Pasal ini sering disebut sebagai pasal conflict of interest dalam proses pengadaan barang dan jasa. Artinya para terlapor khususnya ASN dan penyelenggara negara diduga memiliki kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa tersebut,” sebut dia.
Sutrisno memisalkan, mengerjakan proyek sendiri atau menyuruh atau mengunakan perusahaan pihak lain untuk mengerjakan proyek milik ASN atau penyelenggara negara yang bersangkutan.
“Tidak perlu heran apabila dokumen yang digeledah dan disita oleh KPK itu kemungkinan besar banyak berkaitan dengan proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Bima,” terangnya.
Meski rumusan pasal 12 huruf i itu mengatur tentang konflik kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa, namun tidak berakibat merugikan keuangan negara.
“Tidak wajib diaudit oleh BPK. Kalaupun negara merasa dirugikan akibat perbuatan para terlapor maka dapat ditempuh dengan cara menjuntokannya dengan UU money laundering untuk melengkapi pasal-pasal UU Tipikor yang sudah ada,” tuturnya.
Sutrisno mengatakan, praktek KKN dalam proses pengadaan barang dan jasa sebagaimana ketentuan pasal 12 huruf i UU Tipikor ini marak terjadi hampir di seluruh Pemda.
Cuma kebetulan yang kena apes sekarang ini oknum pejabat di lingkungan Pemkot Bima, untuk Pemda lain tunggu saja gilirannya.
“Saya harap KPK dapat mengatensi rumusan pasal 12 huruf i itu mengatur tentang konflik kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa, namun tidak berakibat merugikan keuangan negara,” tandasnya. (man)