BIMA-Audit kasus korupsi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) BNI tahun 2021 hampir rampung. Untuk sementara kerugian negara disebut-sebut sebesar Rp 500 juta.
Konon, angka tersebut masih berpeluang untuk bertambah seiring proses Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) yang masih berlangsung oleh tim auditor Inspektorat Kota Bima.
Informasi yang diperoleh dari orang dalam, proses PKKN dalam kasus penyaluran KUR BNI Woha tahun 2021 hampir rampung.
Bahkan, kata sumber, angka kerugian negara sudah mulai terang, yakni sebesar Rp 500 juta.
“Peluang bertambahnya kerugian negara masih terbuka. Soalnya masih ada sisi lain yang akan dihitung lagi,” kata sumber.
Menurut sumber, kerugian negara dalam kasus KUR BNI ini bisa menembus angka sampai Rp 700 juta. Bahkan bisa lebih.
Hanya saja, sumber menolak untuk menjelaskan secara detail pundi-pundi lain sehingga munculnya peluang penanbahan kerugian negara.
“Pokoknya peluang (bertambah kerugian negara) masih ada. Dalam beberapa hari ke depan proses auditnya akan rampung,” tambahnya.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Bima, Catur Hidayat yang dikonfirmasi belum merespon.
Inspektur Inspektorat Kota Bima, H Fahrurrozi justru mengaku belum menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kerugian negara kasus KUR BNI Woha tersebut.
“Sampai dengan hari ini, teman-teman auditor masih bekerja. Soalnya saya belum menerima LHP-nya,” aku Fahrurrozi.
Menurut dia, meski proses PKKN telah tuntas, namun angka kerugian negara tidak akan disampaikan kepada pihak lain.
“Etikanya kami tidak akan sampaikan kepada pihak luar, selain dari peminta audit yang dalam hal ini penyidik Kejaksaan Negeri Bima,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, sebanyak 9 orang warga Desa Tambe Kecamatan Bolo tiba-tiba tercatat memiliki utang di BNI Woha.
Hal itu terungkap saat mereka mengajukan pinjaman di bank lain pada tahun 2024. Petugas bank memberitahukan mereka memiliki utang jatuh tempo di BNI.
Usut punya usut, diperoleh penjelasan mereka pernah mengajukan pinjaman dana KUR di BNI Woha pada tahun 2021 silam masing-masing senilai Rp 50 juta.
Hanya saja mereka tidak pernah menerima uang satu sen pun dari nilai yang dipinjam tersebut. (man)